Akar kata hijab adalah hajaba yang artinya: (hajb) untuk menutupi, menutupi, menyaring, melindungi, mengasingkan (dari), untuk menyembunyikan, mengaburkan (dari pandangan), untuk membuat tidak terlihat, untuk menyembunyikan, untuk membuat atau membentuk pemisahan (seorang wanita), untuk menyamarkan, untuk menutupi, menyembunyikan, untuk melarikan diri dari pandangan, kerudung, untuk menutupi, menyembunyikan, untuk menutupi, menjadi tersembunyi, untuk dikaburkan, untuk menghilang, untuk menjadi tidak terlihat, menghilang dari pandangan, untuk menutupi, untuk menyembunyikan, untuk menarik, untuk menghindari persepsi.
Hajb: pengasingan, menyaring, menjauhkan, menjauhkan,
Hujub (jamak dari hijab): menutupi, membungkus, menggantungkan, tirai, kerudung wanita, layar, partisi, layar lipat, penghalang,
Ihtijab: Penyembunyian, ketersembunyian, pengasingan, kerudung, kerudung, purdah.
Hijab: Menyembunyikan, menyaring, melindungi,
Mahjub: Tersembunyi, tersembunyi, terselubung
Kita juga perlu mempertimbangkan semua rujukan yang sahih dari hadits-hadits Nabi (ﷺ). Sebagaimana Allah (SWT) berfirman dalam Al-Qur’an:
“Apa saja yang diberikan Rasul (ﷺ) kepadamu, maka ambillah; dan apa saja yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya.”
[QS. Al-Hasyr 59:7]
“Barangsiapa yang menaati Rasul (ﷺ), maka sesungguhnya ia telah menaati Allah…”
[QS. An-Nisa 4:80]
Lebih jauh, kita harus mempertimbangkan pemahaman para sahabat (sahabat Nabi ﷺ) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Allah (SWT) berfirman:
“Dan orang-orang yang paling utama masuk Islam, yaitu orang-orang Muhajirin dan Ansar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan benar. Allah telah ridha kepada mereka sebagaimana mereka telah ridha kepada-Nya.
Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai (surga), mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” [At-Taubah 9:100]
Nabi (ﷺ) bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian generasi setelah mereka (tabi’in), kemudian generasi setelah mereka (taba tabi’in)…”
[Bukhari/Muslim/Abu Dawud/Tirmidzi/An-Nasai]
Selain itu, seorang penuntut ilmu sejati meneliti pendapat para mufassir (penafsir) Al-Qur’an yang paling awal dan pandangan jamaah (konsensus di antara para ulama yang paling awal). Ini didasarkan pada apa yang Allah (SWT) turunkan:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (ﷺ), dan orang-orang yang berkuasa di antara kamu. (Dan) jika kamu berselisih dalam sesuatu di antara kamu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik dan lebih tepat untuk dijadikan pegangan.” [An Nisa 4:59].
Dalil Mengenai Niqab:
Dari Al-Qur’an
Surat Al-Ahzaab, Ayat #59
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka, yang lebih mudah bagi mereka untuk dikenal dan tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Surat An-Nur, Ayat #30 dan #31
‘Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman agar mereka menundukkan pandangan mereka (dari melihat hal-hal yang terlarang), dan menjaga kemaluan mereka (dari tindakan seksual yang ilegal) dan tidak memperlihatkan perhiasan mereka kecuali yang tampak (seperti mata atau telapak tangan karena kebutuhan), dan agar mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh Juyubihinna (yaitu tubuh, wajah, leher dan dada mereka)
Dari hadits
Sahih Al-Bukhari Volume 6, Buku 60, Hadits # 282
Diriwayatkan oleh Safiya binti Shaiba (Radhiallaahu Anha) “Aisha (Radhiallaahu Anha) biasa berkata: “Ketika (Ayat): “Mereka harus mengulurkan jilbab mereka ke leher dan dada mereka,” diturunkan, (para wanita) memotong kain pinggang mereka di tepinya dan menutupi wajah mereka dengan potongan-potongan itu.
Kitab 8, Hadits #368
Diriwayatkan oleh ‘Aisyah (Radhiallaahu Anha) bahwa Rasulullah (ﷺ) biasa melaksanakan shalat Subuh dan beberapa wanita mukmin yang bercadar biasa menghadiri shalat Subuh bersamanya dan kemudian mereka kembali ke rumah mereka tanpa dikenali.
Syaikh Ibnu Uthaimin dalam tafsir hadits ini menjelaskan, “Hadits ini menjelaskan bahwa busana Islam adalah menutup seluruh tubuh sebagaimana dijelaskan dalam hadits ini.
Hanya dengan penutup yang lengkap termasuk wajah dan telapak tangan, seorang wanita tidak dapat dikenali. Ini adalah pemahaman dan praktik para Sahabat dan mereka adalah kelompok terbaik, yang paling mulia di sisi Allah (swt) dengan Iman yang paling sempurna dan karakter yang paling mulia. Jadi jika praktik para wanita para sahabat adalah mengenakan cadar lengkap, lalu bagaimana kita bisa menyimpang dari jalan mereka? (Ibnu Utsaimin dalam buku “Hijaab” halaman 12 dan 13).
Sumber https://www.lifeofmuslim.com/
0 Comments