Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al Ju'fi dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir Al 'Aqadi yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang, dan malu adalah bagian dari iman".
Iman sering kali dipahami hanya sebatas pengakuan lisan, atau keyakinan yang tersimpan dalam hati. Namun, dalam Islam, iman adalah sebuah realitas yang jauh lebih luas dan mendalam. Ia adalah sebuah pohon kehidupan yang memiliki banyak cabang, yang setiap cabangnya mencerminkan keindahan dan kesempurnaan ajaran. Hal ini secara gamblang dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang, dan malu adalah bagian dari iman."
Hadis ini, yang sampai kepada kita melalui jalur sanad yang kuat, dari Abdullah bin Muhammad Al-Ju’fi hingga Abu Hurairah, membuka cakrawala baru tentang apa itu iman yang sesungguhnya. Ia menunjukkan bahwa iman tidak hanya mencakup keyakinan dasar tentang Allah dan Rasul-Nya, tetapi juga mencakup tindakan, akhlak, dan perilaku sehari-hari.
Iman Sebagai Pohon Kehidupan
Analogi iman sebagai sebuah pohon dengan lebih dari enam puluh cabang sangatlah kuat. Jika akar pohon adalah keyakinan (akidah), maka batang, ranting, dan daunnya adalah amalan dan akhlak. Setiap cabang mewakili sebuah amal kebaikan, mulai dari yang paling mendasar hingga yang paling kompleks.
Contoh diantara cabang-cabang iman yang lain adalah:
Membaca Al-Qur'an
Menjaga lisan dari perkataan buruk
Menghormati orang tua
Menolong sesama
Menjaga kebersihan
Semua ini adalah bagian integral dari iman. Seseorang yang mengaku beriman, tetapi tidak melakukan perbuatan baik, ibarat pohon tanpa buah.
Malu: Mahkota Iman
Dalam hadis tersebut, Rasulullah ﷺ secara spesifik menyebutkan bahwa malu adalah bagian dari iman. Ini bukan sekadar kebetulan. Malu (al-haya) memiliki posisi yang sangat istimewa. Malu adalah perasaan yang membuat seseorang menahan diri dari perbuatan yang buruk, tercela, atau tidak pantas, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah.
Malu adalah rem moral yang efektif. Ketika seseorang memiliki rasa malu, ia akan berpikir dua kali sebelum berbohong, berbuat curang, atau melakukan kemaksiatan. Rasa malu kepada Allah akan mencegahnya dari melanggar perintah-Nya, sementara rasa malu kepada sesama akan mendorongnya untuk berbuat baik dan menjaga kehormatan diri.
Hubungan Malu dan Iman
Mengapa malu menjadi salah satu cabang terpenting dari iman? Karena malu adalah benteng terakhir yang menjaga iman seseorang. Jika rasa malu hilang, maka segala perbuatan buruk akan terasa mudah untuk dilakukan. Tanpa malu, seseorang bisa dengan leluasa melanggar aturan agama dan sosial, karena tidak ada lagi filter atau pengontrol dari dalam dirinya.
Oleh karena itu, hadis ini mengajarkan kita bahwa iman bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis. Ia tumbuh dan berkembang melalui amal perbuatan baik. Dan salah satu penanda utama dari kuatnya iman seseorang adalah sejauh mana ia memiliki rasa malu, baik kepada Allah maupun kepada sesama.
Dengan memahami makna ini, kita diajak untuk melihat iman tidak hanya sebagai sebuah identitas, melainkan sebagai sebuah gaya hidup. Iman adalah keyakinan yang termanifestasi dalam setiap kata, setiap perbuatan, dan setiap hembusan napas.




0 Comments